PENGENALAN
PRIBADI AKU DAN PENGAKUAN
Aku adalah satu dari manusia. Semua kodrat
dan hakekat manusia ada pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang
tidak Aku lakukan (atas kemauanku sendiri ataupun kulakukan karena terpaksa),
dan peranku di dalam kehidupan, itulah Aku. Penekanan pada Aku,
ke-Aku-an, menyebabkan manusia
hidup dalam kehidupan duniawi yang oportunis, cinta diri dan congkak. Segala
yang dilakukan berorentasi pada hasil yang ingin dicapai. Inilah Aku. Seorang
kaya, penguasa, berilmu tinggi tak ada yang menandingi, lebih mengerti,
beribadah dan lebih beriman daripada ....., inilah prestasiku, ini hasil
usahaku. Penekanan pada Aku, menjadikan manusia mengejar kehormatan diri,
kehormatan di mata orang lain. Kehormatan Aku, adalah kehormatan yang berasal
dari status dan kepemilikan, bukan berasal dari tingginya kualitas diri.
Menurut dirinya sendiri, dia adalah suatu figur yang terhormat, tetapi orang
lain belum tentu menghormatinya, mungkin malahan memandangnya rendah, apalagi bila
ada perbuatannya atau kepemilikannya yang mempunyai reputasi tidak baik di mata
orang lain. Penekanan pada Aku, menjadikan hidup manusia penuh dengan
harapan, semangat dan kegairahan untuk mengejar prestasi dan gengsi, dan
kepuasan diri (dan kesombongan) atas pencapaian yang dihasilkannya. Tetapi
penekanan pada Aku, juga menyebabkan manusia jatuh ke dalam
kesengsaraan, rasa penasaran, ketidakpuasan dan rasa terhina, iri dan dengki,
yang berasal dari ketidakmampuan dirinya mengejar harapan dan prestasi,
kualitas diri, status dan kehormatan di mata manusia lain. Penekanan pada Aku,
mendorong manusia mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar
hukum untuk kepentingannya sendiri, apalagi tidak adanya kehadiran penegak
hukum, yang dapat menyebabkan orang melakukan perbuatan-perbuatan tercela dan
menghalalkan cara demi tercapainya hasrat dan tujuan. Perilaku yang menyebabkan
manusia jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia.
Sejatinya
Aku,
Semua kodrat dan hakekat manusia yang ada
pada Aku, dan semua perbuatan yang Aku lakukan dan yang tidak Aku lakukan
sesuai kemauanku, dan semua keinginan-keinginan,
semua pemikiran-pemikiran dan semua kepercayaan dan keyakinan yang Aku miliki,
itulah Sejatinya Aku. Penekanan pada Sejatinya
Aku, menyebabkan manusia hidup dalam
kehidupan duniawi yang lebih idealis, realistis dan lebih mengutamakan kualitas
diri, yang merupakan dorongan dan tuntutan dari Sukma Sejati - nya. Semua yang
dilakukan bukan hanya berorentasi pada
hasil yang ingin dicapai, tetapi juga pada prosesnya.Penekanan pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia lebih otonom, memiliki
kesadaran untuk memilih perbuatan yang baik daripada yang tidak baik, perbuatan
yang berguna daripada yang sia-sia. Lebih mampu untuk menahan diri dan
membatasi diri. Penekanan pada Sejatinya
Aku, menjadikan manusia hidup saling
menghormati, suatu budaya yang mengakar di dalam masyarakat yang berperadaban
maju. Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya
kualitas diri, bukan semata-mata karena
status dan kepemilikan. Di mata orang lain, dia akan menjadi figur yang
terhormat, karena memiliki kualitas diri, bukan hanya karena status dan
kepemilikannya. Seseorang yang
dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya
Aku, menjadikan manusia mampu menyangkal
dirinya, menyangkal ke-Aku-annya, memiliki kesadaran untuk lebih mampu menahan
diri dan membatasi diri, lebih mampu untuk hidup prihatin dan lebih mampu
menekan hasrat duniawinya. Seseorang yang dalam hidupnya mengedepankan Sejatinya Aku, menjadikan manusia kurang bergairah mengejar
keduniawiannya, menjadikan taraf hidupnya lebih rendah daripada mereka yang
mengedepankanAku. Tetapi bagi mereka yang mengenal dirinya, mengenal potensi-potensi
dan kesempatan-kesempatan yang dimilikinya, mengenal tujuan hidupnya, dapat
juga memaksimalkan apa yang ingin diraihnya tanpa harus kehilangan kesejatiannya.
Mereka yang berpegang pada kesejatian diri, Sukma Sejati-nya akan memberinya
'kekuatan', semangat, ide-ide, ilham dan jawaban-jawaban, tentang segala
sesuatu yang harus dilakukannya.Penyatuan seseorang dengan sang Sukma Sejati,
akan menuntunnya melakukan perbuatan-perbuatan yang lebih besar, hasil yang
lebih baik dan berkualitas, daripada perbuatan yang hanya menekankan pada
ke-Aku-an semata.
Sungguh
ironis sekali bangsa ini.
Bangsa yang memiliki konsep Sukma Sejati,
kesejatian diri, tetapi dalam kesehariannya lebih mengedepankan Aku,
bukan Sejatinya Aku. Penekanan
pada Aku, menjadikan bangsa ini mengejar kehormatan
diri, kehormatan bangsa di mata bangsa lain, kehormatan yang berasal dari
status dan kepemilikan negeri dan kesombongan, bukan kehormatan dari baiknya
kesejatian diri bangsa. Penekanan pada Aku, mendorong anggota-anggota masyarakat bangsa
ini mengabaikan aturan-aturan dalam peradaban, melanggar hukum untuk
kepentingannya sendiri (rambu-rambu
lalu-lintas saja tidak dipatuhi). Perilaku
yang menyebabkan bangsa ini jauh dari peradaban maju, jauh dari perilaku mulia. Penekanan
pada Sejatinya Aku, menjadikan manusia hidup saling menghormati,
suatu budaya yang mengakar di dalam masyarakat yang berperadaban maju.
Kehormatan Sejatinya Aku, adalah kehormatan yang berasal dari tingginya
kualitas diri, bukan hanya kehormatan karena status dan kepemilikan. Di mata
orang lain, dia akan menjadi figur yang terhormat, karena memiliki kualitas
diri, bukan hanya karena status dan kepemilikannya.Sukma Sejati akan menjadi
Guru Sejati-nya, memberinya pencerahan setiap saat dan menuntunnya pada segala
sesuatu perbuatan benar yang harus
dilakukannya. Sukma Sejati akan menjadikannya Aku yang baru, sebuah pribadi baru
yang merupakan pengejawantahan kesejatian pribadi sang Sukma Sejati. Sukma
Sejati akan hidup kuat di dalam dirinya, dan menjadi kekuatan dalam hidupnya. Bangsa di
peradaban maju, walaupun tidak mengenal konsep Sukma Sejati, tetapi telah
mengamalkan kesejatian diri, mengakar dalam kehidupan sehari-hari.
0 komentar:
Posting Komentar